UMK News - Suasana pagi di Universitas Muhammadiyah Kuningan (UM Kuningan) tampak hidup dan penuh antusiasme. Seluruh jajaran dosen dan tenaga kependidikan berkumpul di depan Gedung Rektorat Kampus 1, mengikuti agenda briefing rutin yang menjadi salah satu pilar penguatan budaya kerja di lingkungan akademis. Dimulai tepat pukul 07.30 WIB, briefing kali ini menghadirkan sosok inspiratif, Bapak Sofhian Fazrin Nasrulloh, M.Eng., selaku Kepala Lembaga Pengembangan, Penelitian, dan Teknologi Sistem Informasi (LP2TSI) UM Kuningan, yang membawakan pesan mendalam tentang esensi proses dan kolaborasi.

Percaya pada Proses: Fondasi Setiap Kesuksesan

Dalam paparannya, Bapak Sofhian membuka dengan sebuah filosofi yang kuat dan relevan dengan setiap aspek kehidupan, terutama dalam dunia pendidikan dan pengembangan institusi: kepercayaan pada proses. Ia mengawali dengan mengutip sebuah pemikiran klasik dari seorang fisikawan terkenal, "Tuhan tidak bermain dadu." Kalimat ini, menurut Bapak Sofhian, bukanlah sekadar ungkapan filosofis, melainkan cerminan dari sebuah kenyataan fundamental bahwa segala sesuatu yang terjadi di alam semesta ini, dan juga dalam kehidupan kita, mengikuti sebuah alur sebab-akibat yang terstruktur. Tidak ada yang benar-benar "tiba-tiba."

"Kita sering melihat hasil akhir yang luar biasa dan menganggapnya 'tiba-tiba' muncul. Padahal, di balik setiap pencapaian gemilang, ada rentetan panjang perjuangan, pembelajaran, kegagalan, dan perbaikan yang berulang kali. Itulah yang kita sebut proses," jelas Bapak Sofhian dengan nada persuasif. Ia menekankan bahwa dalam konteks UM Kuningan, baik itu dalam pengembangan kurikulum baru, penelitian inovatif, pelayanan mahasiswa yang prima, atau bahkan dalam pekerjaan administrasi sehari-hari, setiap langkah, setiap upaya, adalah bagian tak terpisahkan dari sebuah proses besar menuju tujuan yang lebih tinggi.

Keyakinan pada proses ini, lanjutnya, adalah kunci untuk membangun ketahanan dan mentalitas adaptif. "Ketika kita memahami bahwa setiap tantangan adalah bagian dari proses, kita tidak mudah menyerah. Ketika kita menghadapi kegagalan, kita melihatnya sebagai data, sebagai informasi berharga untuk memperbaiki langkah berikutnya, bukan sebagai akhir dari segalanya," imbuhnya. Budaya percaya proses juga menuntut kesabaran, ketekunan, dan kemauan untuk terus belajar dari setiap tahapan. Ini adalah mentalitas seorang ilmuwan yang tidak hanya fokus pada hasil, tetapi juga pada metodologi dan perjalanan penemuan.

Jangan Menghambat, Mari Mendukung Proses Orang Lain

Poin krusial kedua yang disampaikan Bapak Sofhian adalah mengenai pentingnya tidak menghambat proses perkembangan orang lain. Beliau menggunakan analogi yang sangat visual dan mudah dicerna: "Bayangkan seutas karet yang ditarik ke delapan sudut yang berbeda." Analogi ini dengan apik menggambarkan keanekaragaman individu dalam sebuah organisasi seperti UM Kuningan. Setiap dosen, setiap tenaga kependidikan, memiliki potensi, keahlian, gaya kerja, dan ritme belajarnya masing-masing yang unik.

"Setiap 'sudut tarikan' pada karet itu adalah representasi dari jalur pengembangan yang berbeda, sesuai dengan spesialisasi, minat, dan bahkan karakter individu," urai Bapak Sofhian. Ia menekankan bahwa dalam sebuah lingkungan kolaboratif dan progresif seperti universitas, tugas kita bukanlah untuk menyeragamkan semua orang agar bergerak dengan kecepatan atau cara yang sama. Justru sebaliknya, tugas kita adalah memahami, menghargai, dan mendukung keberagaman proses tersebut.

Menghambat proses orang lain bisa berarti berbagai hal, mulai dari kurangnya dukungan, kritik yang tidak konstruktif, hingga menciptakan birokrasi yang berlebihan. "Ketika kita menghambat, kita tidak hanya merugikan individu tersebut, tetapi juga menghambat potensi kolektif institusi. Bayangkan jika setiap 'tarikan karet' itu bisa bergerak optimal tanpa hambatan, seberapa besar kekuatan yang bisa dihasilkan?" tegas Bapak Sofhian.

Ia menyerukan pentingnya membangun budaya di mana setiap individu merasa aman untuk berinovasi, berkreasi, dan bahkan melakukan kesalahan sebagai bagian dari pembelajaran. Lingkungan yang mendukung proses ini adalah lingkungan di mana kolaborasi bukan hanya sekadar slogan, tetapi praktik nyata. Saling berbagi pengetahuan, memberikan feedback yang membangun, dan merayakan keberhasilan kecil sekalipun, adalah wujud nyata dari dukungan terhadap proses.

Membangun Ekosistem Inovasi dan Kolaborasi di UM Kuningan

Pesan dari Bapak Sofhian Fazrin Nasrulloh ini, meskipun disampaikan dalam briefing pagi yang relatif singkat, memiliki resonansi yang dalam. Ini bukan hanya sekadar arahan administratif, melainkan sebuah panggilan untuk introspeksi dan transformasi budaya. Dalam era disrupsi dan perubahan yang cepat, kemampuan untuk beradaptasi, berinovasi, dan berkolaborasi menjadi sangat vital.

Universitas Muhammadiyah Kuningan, sebagai lembaga pendidikan yang progresif, terus berupaya membangun ekosistem yang kondusif bagi pertumbuhan dan perkembangan seluruh anggotanya. Kepercayaan pada proses akan membentuk mentalitas yang tangguh dan visioner, tidak takut akan tantangan. Sementara itu, komitmen untuk tidak menghambat dan senantiasa mendukung proses orang lain akan memperkuat sinergi, memupuk empati, dan pada akhirnya, mendorong UM Kuningan untuk mencapai puncak-puncak prestasi yang lebih tinggi.

Pesan ini menjadi pengingat bagi seluruh civitas akademika UM Kuningan bahwa setiap individu adalah bagian tak terpisahkan dari sebuah orkestra besar. Harmoni tercipta bukan dari keseragaman, melainkan dari kemampuan setiap instrumen (individu) untuk memainkan perannya secara optimal, didukung oleh kesadaran bahwa setiap proses adalah unik dan patut dihargai. Dengan demikian, UM Kuningan tidak hanya akan mencetak lulusan unggul, tetapi juga menjadi tempat kerja yang inspiratif dan berdaya saing. (TS)